Saat
ini saya sedang menjalani pekerjaan (yang kata orang) banyak pahalanya. Apa itu? Menjadi seorang guru.
Kenapa
saya bisa jadi guru? Ada beberapa alasan aneh sebenarnya. Salah satunya adalah
ini sebuah doa berkepanjangan yang selalu saya impikan tanpa saya sadari. Lha kok
bisa?
Dulu
jaman saya SD, begitu kelas 6 maka teman-teman sekelas akan ribut mengedarkan
sebuah buku pribadi yang cute dengan
kertas warna-warni di setiap lembarannya. Untuk apa? Untuk saling isi biodata
pribadi disertai kesan & pesan kita selama saling kenal. Ditulis dengan
menggunakan spidol warna-warni, tulisan tangan yang mendadak dipaksakan
berwujud rapi walau biasanya nggak bisa
dibaca dan tak lupa menyertakan tanda tangan semi-nggak-jelas versi jaman SD.
Terus apa hubungannya antara pekerjaan yang saya jalani sekarang dengan buku-buku itu? Nah! Jadi, di setiap buku kenangan milik teman-teman saya jaman SD itu, di bagian cita-cita saya selalu menulis bahwa cita-cita saya adalah guru. Terus ada yang nanya, “Wah senang donk cita-citanya terwujud?”, errrr di sini saya bingung mau jawab apa.
Dulu
ketika saya masih seperempat lugu-seperempat bodoh-setengah simply minded saya pikir jadi guru itu
enak. Kenapa? Tiap siswanya libur, gurunya pasti libur. Dan sejauh hasil
pengamatan saya, guru adalah satu-satunya profesi dengan jumlah libur
terbanyak. Ini adalah hasil pengamatan anak SD kelas 6 di awaal era millenium
*doh ketauan tuanya* Dan jadilah saya menuliskan satu profesi ini di setiap
pengisian buku “keramat” itu. Dan kebiasaan saya ini terus saja berlanjut hingga
saya lulus SMP. Sejauh saya menggali ingatan, tidak pernah sekalipun saya
menulis cita-cita saya berubah menjadi dokter ataupun pramugari (Alhamdulillah saya
sudah sadar diri dari kecil, haha).
Memasuki
SMA, saya gamang akan masa depan *tsaaah bahasanya*
Semakin
tua kita, mungkin orientasi kita akan hidup jadi berbeda. Bisa jadi karena
pikiran kita makin kompleks. Semakin banyak yang dipikirkan, semakin banyak
yang dipertimbangkan dan semakin hati-hati kita melangkah.
Akhirnya,
saya sempat berpikiran untuk mengambil jurusan apapun yang nantinya akan
menghasilkan uang dalam jumlah banyak dalam waktu singkat. Jurusan apa itu? Teman-temannya
teknik. Turunannya pertambangan ataupun turunannya teknik sipil. Tapi ternyata
Tuhan berkehendak lain. Saya tidak punya uang untuk beli formulir pendaftaran
jalur undangan di universitas yang terkenal dengan spesialisnya teknik (sebut saja ITB) *plakk*
Akhirnya
saya ikut SNMPTN, nasional dan lokal. Di SPMB (jaman saya namanya ini) yang
serempak se-Indonesia ini, saya mengambil jurusan Pendidikan Fisika sebagai
pilihan pertama dan keduanya Pendidikan Matematika. Eh jangan berekpektasi
terlalu tinggi terhadap saya. Jangan dikira saya cerdas luar biasa dan paham
dua pelajaran itu. Saya jatuh cinta sama pelajaran Matematika, tapi entah
kenapa saya malah mengisi Fisika sebagai pilihan pertama.
SPMB
tingkat lokal saya ikuti. Pilihan pertama Farmasi dan kedua adalah Pendidikan
Matematika. Lihatkan? Betapa konsistennya saya dengan Matematika. Betapa saya
setia dan susah move on-nya dari
Matematika.
Pengumuman
tiba. SPMB Nasional saya lulus di Pendidikan Fisika. SPMB Lokal saya lulus di
Farmasi. Lihat! Betapa Tuhan Maha Adil. Kadang apa yang kita cintai dengan
sepenuh hati justru itulah yang bukan jalan hidup kita. Saya mencintai
Matematika dengan sepenuh hati saya. Begitu menggilainya bahkan. Saya akan
mendadak masuk dunia lain ketika ada satu soal Matematika yang belum saya
temukan penyelesaiannya. Iya, segila itu perasaan saya terhadap Matematika. Dan
cinta saya disekenariokan Tuhan punya kisah bertepuk sebelah tangan *eaaaak*
*uhhhuk*
Setelah
perdebatan panjang dengan orang tua, musyawarah keluarga besar, minta pendapat
dengan beberapa guru SMA, dengan mengucap basmalah saya mengikhlaskan diri saya
terjerumus di Pendidikan Fisika :D
Seperti
banyak buku-buku tentang motivasi diri ataupun motivasi pernikahan (ciyeeee)
yang saya baca, bila kita tidak mendapatkan apa yang kita cintai, belajarlah
untuk mencintai apa yang kita dapatkan karena itu adalah pilihan Tuhan untuk
kita.
Dan
sekarang saya menjalani dengan (sok) suka cita apa yang saya kerjakan.
Yah
teori sederhananya, semua ini sudah ada di dalam benak saya untuk dalam jangka
waktu yang panjang. Dan pikiran saya pun sudah merealisasikannya menjadi
imajinasi yang selalu saya mainkan di banyak waktu kosong saya (terutama
berimajinasi bahwa jadi guru out liburnya banyak). Dan mungkin tanpa saya
sadari tubuh saya berusaha merealisasikan apa yang telah menjadi cita-cita
saya. Dan ketika saya dihadapkan dengan jalan lain, saya tetap memilih apa yang
sudah ada di benak saya.
Atau
bahasa kecenya Law of Attraction
versi saya J
No comments:
Post a Comment