Saya
termasuk orang baru dalam profesi ini. Pengalaman saya mengajar masih belum ada
apa-apanya bila dibandingkan dengan banyak guru di sekeliling saya ataupun di
luar sana yang sudah menjadi gur selama puluhan tahun. Menghabiskan hidup mereka
untuk mengabdikan diri mencerdaskan anak bangsa *tsaaaaah*
Saya
membuat entri ini dari pengalaman saya belasan tahun sebagai seorang pelajar
(biar terdengar expert) dan pengalaman saya selama 20an bulan (lagi-lagi agar terdengar expert) menjadi guru.
Setiap
tahunnya pasti ada pemilihan guru teladan. Entah tingkat kota/kabupaten ataupun
tingkat provinsi maupun nasional. Guru yang mendapat penghargaan tersebut biasanya
adalah guru-guru yang berprestasi ataupun guru-guru yang berhasil membimbing
siswanya meraih prestasi di tingkat tertentu.
Yah
terlepas dari predikat guru teladan tersebut, saya sekarang sedang belajar
menjadi guru yang baik. Iya. Cukup menjadi guru yang baik dulu. Baik bagi
siswa-siswa saya dan baik bagi saya juga.
Kemudian
timbul pertanyaan, bagaimana menjadi guru yang baik?
Eh
saya nulis begini bukan karena saya tahu ilmunya terus menyombongkan diri lho
ya. Saya menulis begitu karena saya ingin mensugesti diri saya sendiri, bahwa
menjadi baik itu gampang J
Bagaimana
caranya? Pernah jadi siswa kan? Waktu jadi siswa pasti pernah punya sosok guru
idola kan? Pasti punya. Tidak mungkin tidak punya *maksa*
Nah!
Silahkan belajar jadi sosok seperti beliau. Ditiru sikap-sikap baik yang bisa
kita aplikasikan. Jangan dicontoh yang kurang baik dari beliau. Yah lain cerita
kalau kita mengidolakan guru tersebut karena beliaunya good-looking, sementara penampilan kitanya ngepas aja. Gimana mau
dicontoh? Nggak mungkin kan kita
habisin jatah gaji bertahun-tahun cuma buat ke Korea Selatan buat permak wajah
alias operasi plastik?
Jaman
saya SMA dulu, saya punya guru idola. Guru Matematika saya yang akhirnya bisa
membuat saya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama Matematika (akibatnya baca di
sini). Kenapa saya mengidolakan Ibu ini? Karena beliau mengeluarkan aura mistis
yang membuat saya ingin berkompetisi dengan diri saya sendiri setiap pelajaran
Matematika. Tidak peduli berapa kali saya akan remedial dan seberapa lambatnya
saya memahami materi yang cukup rumit, saya akan termotivasi untuk BISA. Karena
saya ingin mengetahui, di batas mana saya benar-benar tidak bisa. Dan seakan tersihir dengan keyakinan yang beliau tanamkan ke siswa-siswanya, tidak ada oraang yang tidak
bisa, yang ada hanyalah orang yang MALAS berusaha dan orang yang BERHENTI untuk
berusaha.
Selain
itu, beliau juga bisa dekat dengan semua siswanya dan selalu menyediakan waktu
untuk membantu siswanya yang perlu penjelasan lebih meskipun di luar jam
pelajaran beliau. Dan beliau dekat dengan siswa tanpa sedikitpun kehilangan
wibawa beliau sebagai seorang guru ataupun seorang yang lebih tua dan dewasa
dari kami siswa-siswanya.
Jadi,
apakah menjadi guru yang baik itu harus seperti beliau? Tidak. Itu menurut
definisi saya. Setiap kita pasti punya sudut pandang yang berbeda kan? Bisa
jadi salah satu dari kita ada yang mengidolakan sosok guru yang tidak pernah memberi
PR tapi saat penjelasan di kelas sangat tuntas sehingga kita langsung paham.
Maka, menjelmalah menjadi sosok seperti itu.
Tapi dari sekian karakter yang
kita idolakan, saya yakin tidak ada satupun dari kita yang ingin menjadi sosok
guru yang makan gaji buta, saat jam ngajar hampir tidak pernah turun, begitu
anak-anak kebingungan tentang materi ujian akhir semester, cuma diberi kisi-kisi
dan itupun kurang dari 20% yang keluar. Hancurlah hati kita sebagai siswa. Dan saya
yakin di abad 21 ini sudah tidak ada tipikal guru yang seperti ini J
Apakah
saya sudah menjadi guru yang baik? Belum. Saya sedang belajar. Lalu kenapa saya
menulis entri ini? Saya ingin dibaca banyak orang agar semakin banyak yang
mengingatkan saya apabila dalam proses belajarnya saya melakukan kesalahan.
Jadi,
mau menjadi guru yang baik seperti apakah kita? Kita yang merancang. Kita yang menjalani
dan siswa kita yang akan menilai.
ancieeee yang jadi guru teladan....
ReplyDelete