Social Icons

Pages

Friday, May 2, 2014

Guru yang Baik

Saya termasuk orang baru dalam profesi ini. Pengalaman saya mengajar masih belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan banyak guru di sekeliling saya ataupun di luar sana yang sudah menjadi gur selama puluhan tahun. Menghabiskan hidup mereka untuk mengabdikan diri mencerdaskan anak bangsa *tsaaaaah*
Saya membuat entri ini dari pengalaman saya belasan tahun sebagai seorang pelajar (biar terdengar expert) dan pengalaman saya selama 20an bulan (lagi-lagi agar terdengar expert) menjadi guru.
Setiap tahunnya pasti ada pemilihan guru teladan. Entah tingkat kota/kabupaten ataupun tingkat provinsi maupun nasional. Guru yang mendapat penghargaan tersebut biasanya adalah guru-guru yang berprestasi ataupun guru-guru yang berhasil membimbing siswanya meraih prestasi di tingkat tertentu.
Yah terlepas dari predikat guru teladan tersebut, saya sekarang sedang belajar menjadi guru yang baik. Iya. Cukup menjadi guru yang baik dulu. Baik bagi siswa-siswa saya dan baik bagi saya juga.
Kemudian timbul pertanyaan, bagaimana menjadi guru yang baik?
Gampaaaaaaaaang!


Eh saya nulis begini bukan karena saya tahu ilmunya terus menyombongkan diri lho ya. Saya menulis begitu karena saya ingin mensugesti diri saya sendiri, bahwa menjadi baik itu gampang J
Bagaimana caranya? Pernah jadi siswa kan? Waktu jadi siswa pasti pernah punya sosok guru idola kan? Pasti punya. Tidak mungkin tidak punya *maksa*
Nah! Silahkan belajar jadi sosok seperti beliau. Ditiru sikap-sikap baik yang bisa kita aplikasikan. Jangan dicontoh yang kurang baik dari beliau. Yah lain cerita kalau kita mengidolakan guru tersebut karena beliaunya good-looking, sementara penampilan kitanya ngepas aja. Gimana mau dicontoh? Nggak mungkin kan kita habisin jatah gaji bertahun-tahun cuma buat ke Korea Selatan buat permak wajah alias operasi plastik?
Jaman saya SMA dulu, saya punya guru idola. Guru Matematika saya yang akhirnya bisa membuat saya jatuh cinta sejatuh-jatuhnya sama Matematika (akibatnya baca di sini). Kenapa saya mengidolakan Ibu ini? Karena beliau mengeluarkan aura mistis yang membuat saya ingin berkompetisi dengan diri saya sendiri setiap pelajaran Matematika. Tidak peduli berapa kali saya akan remedial dan seberapa lambatnya saya memahami materi yang cukup rumit, saya akan termotivasi untuk BISA. Karena saya ingin mengetahui, di batas mana saya benar-benar tidak bisa. Dan seakan tersihir dengan keyakinan yang beliau tanamkan ke siswa-siswanya, tidak ada oraang yang tidak bisa, yang ada hanyalah orang yang MALAS berusaha dan orang yang BERHENTI untuk berusaha.
Selain itu, beliau juga bisa dekat dengan semua siswanya dan selalu menyediakan waktu untuk membantu siswanya yang perlu penjelasan lebih meskipun di luar jam pelajaran beliau. Dan beliau dekat dengan siswa tanpa sedikitpun kehilangan wibawa beliau sebagai seorang guru ataupun seorang yang lebih tua dan dewasa dari kami siswa-siswanya.
Jadi, apakah menjadi guru yang baik itu harus seperti beliau? Tidak. Itu menurut definisi saya. Setiap kita pasti punya sudut pandang yang berbeda kan? Bisa jadi salah satu dari kita ada yang mengidolakan sosok guru yang tidak pernah memberi PR tapi saat penjelasan di kelas sangat tuntas sehingga kita langsung paham. Maka, menjelmalah menjadi sosok seperti itu. 
Tapi dari sekian karakter yang kita idolakan, saya yakin tidak ada satupun dari kita yang ingin menjadi sosok guru yang makan gaji buta, saat jam ngajar hampir tidak pernah turun, begitu anak-anak kebingungan tentang materi ujian akhir semester, cuma diberi kisi-kisi dan itupun kurang dari 20% yang keluar. Hancurlah hati kita sebagai siswa. Dan saya yakin di abad 21 ini sudah tidak ada tipikal guru yang seperti ini J
Apakah saya sudah menjadi guru yang baik? Belum. Saya sedang belajar. Lalu kenapa saya menulis entri ini? Saya ingin dibaca banyak orang agar semakin banyak yang mengingatkan saya apabila dalam proses belajarnya saya melakukan kesalahan.

Jadi, mau menjadi guru yang baik seperti apakah kita? Kita yang merancang. Kita yang menjalani dan siswa kita yang akan menilai.

1 comment: