Social Icons

Pages

Saturday, September 14, 2013

#PeopleAroundUs #Day4 Bestfriend?

Dia adalah teman sekelas saat tahun pertama di bangku es-em-a.

Dia adalah "tempat sampah" multifungsi dalam hidupku. Tempat menumpahkan segala unek-unek tanpa sensor dan tanpa ada yang perlu disembunyikan.



Dia adalah orang yang dengan bangga mendeskripsikan dirinya sebagai Voldemort.
Bahkan, dia akan dengan lantang berorasi tentang kemungkinan Voldemort membelah jiwanya ke dalam horcrux menjadi 10 bagian dan bukan tujuh bagian seperti yang disebutkan J.K Rowling.
Dan dia dengan yakin mengatakan bahwa 3 horcrux yang belum dihancurkan Harry Potter saat ini berada di dalam jiwanya. Ya, di dalam jiwa pria ini.
Bayangkan! Betapa kejamnya dia dengan status makhluk yang memiliki 3 horcrux.

Yeap! Dia adalah sosok yang berperan protagonis dan juga antagonis dalam kehidupanku.

Dia selalu ada saat aku butuh apapun. Butuh ketenangan. Butuh sekedar pendengar. Butuh nasihat. Bahkan ketika secara tidak sengaja aku merusakkan LCD Screen laptopku dan harus segera menggantinya padahal aku belum punya uang, dia berperan menjadi penyelamatku.
Walau dia mengaku sebagai Voldemort dengan 3 horcrux di dalam jiwanya, dia meminjamkan uang tanpa syarat apapun.
See? Keyakinan yang dianutnya (bahwa dia adalah titisan Voldemort dan lebih kejam bahkan), tidak terbukti.

Dia satu-satunya orang yang selalu aku hubungi setiap saat aku mendadak galau karena one-sided-love-story yang belum kunjung rampung setelah sekian tahun (lagi-lagi sedikit tsurhaaat).

Dia orang yang akan tertawa paling nyaring setiap aku galau.
Kenapa?
Karena aku selalu memberikan solusi logis setiap curhatan-nya yang menyangkut hati.
Sementara, ketika aku dihadapkan dengan masalah yang hampir sama, jangankan untuk memikirkan solusinya, untuk berpikir logis saja aku benar-benar tidak mampu. Dan aku benar-benar membutuhkan bantuannya untuk mengembalikan kewarasanku.
Ya, dari sini aku bisa melihat 3 buah horcrux yang selalu dia banggakan itu.

Dia orang pertama yang ku telpon tengah malam sambil terisak ketika bertahun-tahun lalu keluargaku mengalami guncangan hebat. Dan sekali lagi, dia selalu ada walau di sabungan telpon aku hanya memperdengarkan suaraku yang terisak menahan tangis.

Dia sahabatku yang paling pertama yang akan Ibuku ingat ketika di rumah kami sedang ada acara keluarga.
Ibuku akan dengan heboh dan sibuknya menyuruhku menelponnya sekedar untuk mampir sepulang dia kerja. Sekedar menjemput satu-dua kotakan nasi atau menyiapkan satu porsi siap santap di rumah.

Dia orang pertama yang mebuatku beranjak dari zona nyamanku. Berpikir bagaimana mengelola keuangan dengan baik. Bahkan membuatku akhirnya berani mulai dagang kecil-kecilan.

Dia orang gila yang hampir selalu ada di setiap kehidupanku yang terlihat waras tapi sebenarnya gila ini.
Dia adalah sahabatku.
Bukan.
Dia adalah saudara bagiku.
"aku" dan "dia"
Ketika aku ragu perwujudan "sahabat sejati" itu hanya sosok imajiner rekaan manusia yang frustasi akan sosok yang menawarkan kenyamanan dan ketiadaan akan sikap pura-pura, aku menemukan arti "sahabat sejati" itu dari dia :)


2 comments: