Yeah! I wanna be normal, sometimes. Having experience
to fall in love with someone and having relationship with him, maybe. *suara
hati si jomblo* hahahahaha...
Tapi, bagaimana mungkin, membaca saja saya susah
*halah*
Yeah! Kemudian timbul pertanyaan itu, bagaimana
mungkin?
Terus, kenapa mendadak orang seperti saya memiliki
pikiran seperti ini? Kenapa keinginan itu timbul di saat saya mulai bernafsu
mengejar keinginan untuk mencapai target-target karir dan akademik saya?
Mungkin bisa dibilang, ini adalah quarter-life-fear atau syndrome entah apa namanya yang diderita seseorang ketika
beberapa dari sahabat terdekatnya mengumumkan kabar gembira untuk segera
menikah atau telah memiliki pasangan yang berniat melanjutkan ke pelaminan (yang ini kayaknya sayah banget)....
Saya bukan tipikal orang kesepian yang mendadak ingin
punya seseorang yang mungkin disebut dengan kekasih. Ketika saya berkata saya
bukan tipikal orang kesepian, yeah that’s
me!
Saya selalu dikelilingi dengan banyak orang yang memiliki banyak cerita
dan banyak cinta untuk dibagi dengan saya kapanpun mereka mau dan saya siap
berbagi.
Saya juga bukan tipikal orang yang ingin memiliki hubungan khusus
dengan seseorang yang disebut kekasih, oh
c’mon! I’m almost 22 years old now. I have no boyfriend yet.
Dan sejauh
ini, saya selalu merasa baik-baik saja dengan track record tidak pernah pacaran itu.
Bagaimana saya tidak merasa
baik-baik saja, bila pada kenyataannya saya punya banyak sahabat pria yang siap
saya ajak untuk berbagi banyak hal dengan mereka.
Sempat saya berpikir, apa keuntungannya punya kekasih?
Teman berbagi cerita? Saya punya sahabat-sahabat yang
bahkan (sepertinya) selalu ikhlas walaupun saya telpon mereka tengah malam
sekedar untuk mendengar saya menangis.
Menemani ke beberapa tempat untuk bepergian (dengan
kata lain berperan sebagai ojek)? Itu juga saya punya banyak, lebih dari satu
bahkan. Jadi bila satu tidak bisa, saya msih punya beberapa cadangan,
hahahaha...
Tempat bermanja? Eeeeew! Saya bukan anak kecil lagi
yang selalu ingin menggelayut mesra ke tangan seseoraang, kalaupun saya ingin,
saya masih memiliki Abah untuk melakukan itu *even someone out there screams: beda itu auuuuuuuuuuuuu* J
Terlepas dari apapun peran seseorang kekasih, saya
masih merasa saya masih belum memerlukan sosok itu.
Tapi, anggapan itu runtuh ketika usia saya (yang
menurut saya masih muda dan unyu ini) mulai disinggung tentang pernikahan.
Yep!
Ketika satu fase pendidikan telah rampung, ketika satu pekerjaan telah
dijalani, maka pertanyaan berikutnya adalah, “Kapan akan menikah?”. Jawaban
saya? Tentu saya jawab secepatnya.
Yah, walaupun di peta kehidupan saya untuk dua tahun
ke depan belum ada rencana berburu jodoh (istilahnya menyeramkan), tapi tidak
ada salahnya untuk menjawab secepatnya kan? Saya tidak akan gelisah dan
mendadak membuat catatan aneh ini kalau pertanyaan sekitar saya itu agak
normal. Hahahahah...
Honestly, saya bukan tipikal orang
yang cukup kompetitif. Bila ada sahabat atau orang terdekat saya menikah, saya
tidak serta-merta merasa didahului dan perlu menyusul secepatnya.
Hey! Mencari pasangan hidup dan memutuskan untuk menikahi seseorang itu bukan sebuah ajang perlombaan F1 atau Moto GP, siapa cepat, siapa yang ada di posisi pertama, dia yang unggul.
BUKAN!
Dan saya
bukan tipikal orang yang begitu dapat pertanyaan sakti semacam, “Kapan
menikah?” akan langsung galau tak berkesudahan dan segera rusuh mencari calon.
Dan kebetulan, orang tua saya bukan tipikal orang tua yang langsung galau &
rusuh begitu liat sahabat-sahabat anaknya pada menikah, sementara anaknya masih
single ting-ting *halah*. Orang tua
saya lebih mendorong saya untuk merealisasikan mimpi-mimpi saya ketimbang
memaksa saya untuk segera menikah.
Yang bikin saya agak gerah adalah dugaan beberapa
pihak bahwa saya sedang berproses pada seseorang saat ini. Haruskah saya
tertawa? Haruskah saya bersikap anteng-anteng saja? Atau haruskah saya membuat
satu kolom announcement di media
cetak bahwa saya wanita single yang
sedang tidak terikat pada siapa pun?
Ups! I just did it! I just made an announcement on my blog and everyone can read it *self toyor*
Yeah! I wanna
be normal sometimes. Memiliki partner buat diajak ke kondangan. Ada yang sms
menyemangati kalau sedang drop.
Ada yang bisa diajak poto bareng nempel kayak gini dan disimpen rapi sebagai kenangan atau bahkan diaplot ke socmed sekedar untuk memberitahukan dunia bahwa kita bahagia telah menemukan the-right-one *bakat sombong* *hobi pamer* *halah banget guweh*
Eh btw, here's me & my cousin. Not Mr. The-Right-One :) |
Hey! Tapi mencari jodoh itu memerlukan proses.
Bukan
seperti asal pilih di antara banyak pilihan dengan main “cap-cip-cup-kembang
kuncup”. Proses di sini juga tidak melulu tentang pilih-pilih calon jodoh kita
kelak, tapi cenderung ke persiapan hati, psikis dan fisik kita untuk bertemu
dengan calon pendamping kita.
Hahahaha... maaf kalau saya terlalu teoritis. Belum
berpengalaman soal mencari jodoh :D
Salam single kece berprestasi dari saya :)
No comments:
Post a Comment